Jangan Mudah Terkejut dan Jangan Mudah Takjub akan segala sesuatu

Maha Suci Engkau ya Allah, tidaklah kami ketahui sesuatu kecuali yang sudah Engkau beritahu pad kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
___________________________________________________________Be-SWN

Kehancuran Keluarga


SWN: "Apabila masyarakat di suatu 'keluarga' itu sudah tidak ada kepercayaan (keyakinan/keimanan) dan kurang patuh terhadap hukum, serta tak ada yang mau NGALAHI, bersiaplah dengan siksa dan kehancuran".  Jati DIRI adalah pondasi dalam rekontruksi keluarga itu. 

Pada dasarnya semua mahluk yang dicipta oleh tuhan adalah mahluk sosial,  dimana setiap mahluk tidak akan dapat hidup tanpa bantuan mahluk yang lain, termasuk juga manusia.  Antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan, memberi dan mengisi, hingga tercipta suatu alur yang disebut rantai makanan, rantai kehidupan, rantai hukum alam, sunnatullah.  

Wujud pelaksanaan dari keseimbangan mahluk sosial membentuk suatu hukum yang disebut hukum sebab akibat dan hukum kebalikan. Sebagai sarana bagi manusia agar dapat belajar tentang hidup dan kehidupan. Seperti halnya, untuk memahami kebaikan diberikan contoh bagaimana keburukan, untuk memahami siang diberikan contoh bagaimana malam, untuk memahami kaya diberikan contoh bagaimana miskin, untuk memahami pintar diberikan contoh bagaimana bodoh, dst. 

Bagi pribadi yang sudah mengenal jatidirinya (WARAS) hal itu merupakan sesuatu yang penting, sesuatu yang harus ada dan sesuatu yang harus dibaca, sebagai pedoman bagaimana memposisikan pribadinya (NGALAHI) dari pribadi yang lainnya. Akan tetapi bagi pribadi yang kurang mengenal jatidirinya hal itu dipakai sebagai pedoman bagaimana agar pribadinya merasakan yang enak – enak saja, jangan sampai merasakan pahitnya. Padahal teori dasar untuk mengetahui rasa enak, harus mengetahui rasa pahit dan untuk mengetahui rasanya sehat harus tahu rasanya sakit. 

Pribadi yang kurang mengenal jatidiri inilah yang rawan melanggar norma, rawan merampas hak dan rawan untuk bersyukur. Ketika masing – masing pribadi sudah sering melanggar norma, sering mengeluh daripada bersyukur, terkikislah rasa saling percaya, saling memberi dan saling mengisi, sampai pada puncak klimaks yaitu kehancuran sebuah ‘keluarga’.  

Namun hal itu dapat direkontruksi kembali dengan mengupayakan bagaimana agar setiap pribadi mengenal jatidirinya (WARAS = pondasi) dan dapat memposisikan diri (NGALAHI = mendirikan), dengan penuh rasa saling membutuhkan, saling memberi dan saling mengisi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar