SWN : "Begitu mulianya berkorban, sampai saya lupa dengan piciknya. yang saya korbankan adalah 'sisa' bahkan hasil kemungkaran itupun mengharap balasan. Saya orang licik dan tak WARAS. Berkorbanlah dengan apapun yang merasa dipunya dan disayang tanpa pamrih".
Sering sekali kita mendengar seruan "bersedekah lah... ", "beramal lah...", "berkorban lah..... " dan seterusnya, bahkan kita sering melihat orang berlomba - lomba bersedekah dengan berbagai macam cara, misi dan tujuan. Yang semuanya itu ada yang di landasi oleh kesadaran bahwa sebagian (kecil) dari yang diterima adalah hak orang lain, ada juga yang karena mengharap balasan, ada juga yang mengharap pujian dan seterusnya. Apakah hal itu salah ? sangat tidak salah. Hal itu sangatlah bagus, dan bisa sebagai contoh dalam beramal sholeh. Masalahnya benarkah kita bersedekah, berkorban, beramal itu memiliki tujuan hanya menyampaikan hak (yang kecil) manusia lain, atau agar mendapat balasan, atau bahkan untuk kepentingan pribadi ? Jika memang iya, hal itu kurang dibenarkan.
Sebenarnya apa yang kita dapat itu bukan milik kita, apa yang kita peroleh dari hasil keringat adalah cuma titipan(bukan hak milik), yang harus kita jaga dan kita berikan kepada yang berhak. Kenapa kita harus memengang erat - erat bahwa segala sesuatu yang kita dapat, cuma sebagian kecil milik orang lain yang berhak ? Karena kita tidak memahami dan menghayati arti sesungguhnya berkorban, dan arti sesungguhnya penghambaan.
Lantas bagaimana seharusnya ? yang namanya berkorban itu bagai seorang Ibu yang akan melahirkan sang buah hati, jangankan rasa sakit, rasa kepunyaan, rasa kepemilikan, nyawapun diserahkan agar sang buah hati itu lahir dengan selamat. Sebuah pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan apapun, yang dilakukan tanpa meminta balasan dan sanjungan, tetapi pengorbanan yang dilakukan untuk memberikan hak, memberikan keselamatan manusia lain walaupun pribadinya harus menyerahkan nyawa.
Ketika hal itu difahami dan dihayati, maka yang namanya amal dan shodaqoh sudah tidak relevan lagi. Karena yang dilakukan hanya melaksanakan amanat menyampaikan hak pribadi (secukupnya), hak manusia lain dan hak mahluk lain. Bagaimana jika tidak difahami dan dihayati ? maka yang ada adalah rasa kebanggaan, peng”aku”an dan hitung – hitungan bahwa sudah beramal dan bersodaqoh. Akhirnya apa yang dikeluarkan adalah sisa (sisa hitung – hitungan).
Salam, Be-SWN
Sering sekali kita mendengar seruan "bersedekah lah... ", "beramal lah...", "berkorban lah..... " dan seterusnya, bahkan kita sering melihat orang berlomba - lomba bersedekah dengan berbagai macam cara, misi dan tujuan. Yang semuanya itu ada yang di landasi oleh kesadaran bahwa sebagian (kecil) dari yang diterima adalah hak orang lain, ada juga yang karena mengharap balasan, ada juga yang mengharap pujian dan seterusnya. Apakah hal itu salah ? sangat tidak salah. Hal itu sangatlah bagus, dan bisa sebagai contoh dalam beramal sholeh. Masalahnya benarkah kita bersedekah, berkorban, beramal itu memiliki tujuan hanya menyampaikan hak (yang kecil) manusia lain, atau agar mendapat balasan, atau bahkan untuk kepentingan pribadi ? Jika memang iya, hal itu kurang dibenarkan.
Sebenarnya apa yang kita dapat itu bukan milik kita, apa yang kita peroleh dari hasil keringat adalah cuma titipan(bukan hak milik), yang harus kita jaga dan kita berikan kepada yang berhak. Kenapa kita harus memengang erat - erat bahwa segala sesuatu yang kita dapat, cuma sebagian kecil milik orang lain yang berhak ? Karena kita tidak memahami dan menghayati arti sesungguhnya berkorban, dan arti sesungguhnya penghambaan.
Lantas bagaimana seharusnya ? yang namanya berkorban itu bagai seorang Ibu yang akan melahirkan sang buah hati, jangankan rasa sakit, rasa kepunyaan, rasa kepemilikan, nyawapun diserahkan agar sang buah hati itu lahir dengan selamat. Sebuah pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan apapun, yang dilakukan tanpa meminta balasan dan sanjungan, tetapi pengorbanan yang dilakukan untuk memberikan hak, memberikan keselamatan manusia lain walaupun pribadinya harus menyerahkan nyawa.
Ketika hal itu difahami dan dihayati, maka yang namanya amal dan shodaqoh sudah tidak relevan lagi. Karena yang dilakukan hanya melaksanakan amanat menyampaikan hak pribadi (secukupnya), hak manusia lain dan hak mahluk lain. Bagaimana jika tidak difahami dan dihayati ? maka yang ada adalah rasa kebanggaan, peng”aku”an dan hitung – hitungan bahwa sudah beramal dan bersodaqoh. Akhirnya apa yang dikeluarkan adalah sisa (sisa hitung – hitungan).
Salam, Be-SWN
Edit Ulang
Berikutnya : Berfikir Positif itu Sexy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar